Artikel KesehatanCovid-19

Benarkah Kalung Antivirus Corona Eucalyptus Bisa Tangkal COVID-19?

Di tengah konferensi pers di Kementerian PUPR, Jumat (3/7), Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memperkenalkan produk kalung yang diklaim bisa digunakan sebagai antivirus corona.

Pernyataan tersebut menghebohkan masyarakat yang memang sedang menantikan kesaktian tangan-tangan ilmuwan untuk mencari penangkal COVID-19. Benarkah kalung berlabel Anti-virus Corona buatan Kementan ini bisa digunakan sebagai antivirus penangkal COVID-19?

Klaim kalung eucalyptus sebagai antivirus corona

Penampilan kemasan produk kalung tersebut berwarna hijau-hitam, kira-kira seukuran 10 cm x 10 cm dan bertuliskan “Anti-virus Corona Eucalyptus”. Kalung ini juga dilengkapi dengan tali agar bisa digantungkan ke leher penggunanya seperti kartu tanda panitia.

“Jadi dari 700 jenis (tanaman eucalyptus) ada satu yang bisa mematikan corona dan hasil laboratorium kami menunjukkan ini untuk antivirus. Ini sudah dicoba di laboratorium kami, jadi bisa membunuh, kalau kontak 15 menit dia bisa membunuh 42 persen dari corona, 30 menit itu 80 persen,” ujar Syahrul.

“Kami yakin bulan depan ini sudah dicetak, diperbanyak,” sambungnya sambil memegang kalung eucalyptus yang tergantung di lehernya. Selain kalung, produk yang diklaim sebagai antivirus corona tersebut juga hadir dalam bentuk oles (roll on), balsem, hirup (inhaler), dan esensial untuk diffuser. 

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian Fadjry Djufri mengatakan, pemilihan eucalyptus dilakukan setelah melalui riset oleh tim peneliti di bawah lembaganya. Riset literatur membawa Djufri dan tim untuk memilih eucalyptus sebagai calon untuk diuji lebih lanjut.

Menurut Fadjry, bahan aktif yang terkandung dalam tanaman eucalyptus terbukti mampu membunuh virus corona hingga 80%. 

“Setelah uji, kita tahu dosis efektif untuk membunuh virus corona, termasuk avian influenza, H1N1, H5N1, dan influenza biasa,” kata Fadjry dalam konferensi pers Senin (6/7).

Keraguan terhadap klaim kalung antivirus

Klaim kemampuan produk ini sebagai antivirus corona menuai pertanyaan dan keraguan banyak pihak, termasuk para ilmuwan dari lembaga lain. 

Menanggapi klaim tersebut, Guru Besar Biologi Molekuler Universitas Airlangga Profesor Dr. Chairul Anwar Nidom mendukung inovasi yang dilakukan oleh para peneliti di Indonesia.

“Setiap inovasi anak bangsa itu harus dihormati. Yang penting tidak boleh bohong,” kata Profesor Nidom kepada Hello Sehat, Senin (6/7). “Jadi harus disampaikan pada masyarakat ini sudah dilakukan pengujian pada tingkat apa? dilakukan pada virus apa?”

Minyak atsiri dari tanaman eucalyptus memang memiliki bahan aktif 1,8 sineol yang bersifat sebagai antibakteri, antivirus, dan ekspektoran pengencer dahak.

Peneliti Virologi Molekuler Balai Besar Penelitian Veteriner Balitbangtan, Kementan, dr. Indi Dharmayanti mengatakan, timnya telah melakukan uji in vitro kandungan 1,8 sineol pada beberapa jenis model virus corona , yakni H5N1 corona, beta corona, dan gamma corona. Namun tidak secara spesifik pada virus corona SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. 

Uji in vitro adalah pengujian kemampuan bahan aktif tersebut pada sel virus di luar tubuh manusia atau makhluk hidup. Profesor Nidom mengatakan tingkat uji in vitro belum cukup untuk membuktikan efektivitas khasiat bahan aktif terhadap virus. 

“Kekurangannya itu seharusnya dilakukan lagi uji preklinik pada hewan dan dilakukan uji tantang,” ujar Nidom. 

Ia menjelaskan dalam uji in vitro hanya ada satu faktor yang mempengaruhi hasil efektivitas bahan aktif yang diujikan. Sedangkan dalam uji preklinik ada banyak faktor lain dari hewan hidup yang akan mempengaruhi hasilnya, misalnya suhu tubuh dan lain sebagainya. 

“Karena hewan uji cobanya biasanya yang dipakai itu miniatur manusia maka minimal kalau sudah lolos uji itu sudah bisa dianggap bisa digunakan oleh masyarakat,” jelas Nidom. “Tapi kalau untuk pengobatan pasien di rumah sakit itu harus sampai selesai semua uji klinis,” lanjutnya.

Kementerian pertanian mengoreksi klaim kalung sebagai antivirus corona

Guru Besar Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Profesor Dr. Zullies Ikawati dalam sebuah program berita sebuah televisi swasta mengingatkan Kementan agar tidak berlebihan dalam mengklaim manfaat dari kalung eucalyptus tersebut sebagai antivirus corona. 

Ia tidak menampik hasil penelitian Kementan, tapi hasil uji in vitro tidak bisa dijadikan patokan bahwa sebuah produk bisa diklaim sebagai antivirus. 

“Harus berhati-hati, klaim sebagai antivirus itu termasuk klaim yang tinggi, jadi sebagai antivirus itu harus diujicobakan pada manusia,” jelasnya. 

Virus corona penyebab COVID-19 masuk ke dalam tubuh melalui selaput lendir mulut, mata, atau hidung. Dari fakta ini juga menimbulkan pertanyaan bagaimana kalung Anti-virus Corona ini menghambat masuknya virus dari bagian tubuh tersebut.

“Dosis yang dipakai dengan cara seperti itu (dikalungkan) apakah bisa?” kata profesor Zullies menyangsikan.

Menjawab hal ini Kementan meluruskan bahwa mereka menyampaikan klaim sesuai dengan manfaat aslinya.

“Memang bahasan media itu karena kami dikejar-kejar ini sebagai antivirus corona. Memang saya setuju untuk diklaim sebagai antivirus itu membutuhkan waktu panjang,” kata dr. Indi.

Lebih lanjut Indi menjelaskan saat ini timnya masih terus melanjutkan penelitian dan membuka kerjasama dengan lembaga-lembaga lain.

Profesor Zullies berpesan bahwa fakta-fakta tersebut penting disampaikan pada masyarakat agar tidak salah persepsi dan tidak memberikan rasa aman palsu. 

Dengan diinformasikan secara jelas manfaat asli dari suatu produk agar masyarakat tidak mengabaikan protokol keamanan dalam masa new normal ini.

 

Sumber : Hellosehat.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button